Melayani Kebutuhan Bibit Sapi Perah FH : (1). Pedet Lepas Sapih tinggi 85 cm up : Rp.5-6jt (2). Dara siap kawin tinggi 120 cm up : Rp.10jt (3). Dara bunting 3-5 bln : Rp.15jt (4). Laktasi 10 liter : Rp.15jt (5). Laktasi 15 liter : Rp.17,5jt (6). Laktasi 20 liter : Rp.20jt Harga diatas belum termasuk ongkos kirim. Bila anda berminat, silahkan hubungi : 0813 12 485 725
Bangkitkan Peternakan Sapi Perah Indonesia
Rabu, 04 September 2013
PAKAN CAIR PENAMBAH SUSU UTK PEDET
MEMBUAT
PAKAN CAIR PENAMBAH SUSU
(
PCPS )
UNTUK PEDET
I. Pendahuluan
Pakan Cair Penambah Susu adalah :
Merupakan pakan cair yang
diformulasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pedet sejak awal masa
menyusui sampai umur 2 bulan .
Diberikan pada pedet yang tidak
cu-kup asupan susu induk akibat produksi susu induk kurang dari kebutuhan.
Pertimbangan pembuatan PCPS
-
Perlu mempertimbangkan kondisi
saluran pencernaan pedet .
-
Sejak lahir – 2 bulan alat
pencernaan pedet belum berkembang dengan baik sehingga belum sepenuhnya mampu
mencerna pakan .
Syarat bahan pakan pembuatan PCPS
-
Perlu mempertimbangkan kondisi
saluran pencernaan pedet
-
Sejak lahir – 2 bulan alat
pencernaan pedet belum berkembang dengan baik sehingga belum sepenuhnya mampu
mencerna pakan
Manfaat penggunaan PCPS
-
Meningkatkan daya hidup pedet
-
PCPS dari bahan-bahan lokal sangat
bermanfaat dalam mencegah kematian pedet sekaligus meningkatkan pertumbuhannya
PCPS berpotensi sebagai pengganti
susu untuk diberikan pada pedet yang induknya mati atau tidak mau menyusui
anaknya
II. BAHAN DAN ALAT PEMBUAT PCPS
1. Bahan penyusun PCPS
-
Berasal dari bahan lokal yang
tersedia
-
Bahan lokal tersebut perlu dipilih
secara hati-hati sebab pada umur 2 – 3 minggu pertama sistem pencernaan pedet
masih belum berfungsi secara optimal (immature) dan akan berkembang
sangat pesat dalam minggu-minggu berikutnya
-
Diperlukan bahan pakan yang dengan
tingkat kecernaan sangat tinggi dan mengandung nilai nutrisi yang baik
-
Bahan pakan yang dipilih tidak
mengandung zat anti nutrisi
Bahan pakan yang dapat digunakan :
1. Labu atau gula merah
cair 30 %
2. Kacang kedelai/kacang
merah
3. Telur ayam/bekicot
Labu
Bagian yang digunakan adalah air
perasan dagingnya
Air perasan labu dapat digantikan
dengan gula lontar cair
Kacang kedelai/kacang merah
Banyak mengandung protein dan lemak
yang sangat dibutuhkan oleh pedet
Kacang kedelai banyak digunakan
sebagai susu kedelai yang nilai gizinya mendekati susu .
Kacang kedelai dapat digantikan
dengan kacang merah
Kacang merah biasa ditanam oleh
petani sebagai tumpangsari dengan tanaman jagung
Telur ayam/bekicot
Untuk melengkapi kebutuhan protein
yang sangat dibutuhkan oleh pedet
Telur ayam dan bekicotd apat
menggantikan sebagai pakan sumber protein pengganti susu skim
Kedua bahan tersebut mudah diperoleh
di pedesaan
Bekicot merupakan hama tanaman yang
banyak ditemukan selama musim hujan dan bersembunyi selama musim kemarau
Alat Pembuat PCPS
1. Parut
2. Kain kasa
penyaring
3. Blender/alat
penumbuk
4. Panci/dandang
5. Kompor
6. Minyak tanah
7. Ember
8 . Pisau/pemotong
Cara Membuatnya
1. Siapkan bahan yang diperlukan dan
dibersihkan dari kotoran
2. Labu diparut dan peras
airnya dari bagian padat
3. Kacang kedelai/kacang nasi
direndam satu malam atau direbus selama 15 – 20 menit.
4. Kacang dihaluskan dengan
cara diblender atau ditumbuk hingga halus sekali
5. Larutan labu/gula air serta
tepung bekicot/telur ayam disiapkan
6. Tambahkan larutan labu/gula cair
dan tepung bekicot/telur ke dalam bahan – bahan yang telah disiapkan
Cara Penyajian
Larutan PCPS disaring dengan kain
kasa dan siap diberikan kepada pedet dalam keadaan hangat-hangat kuku.
Sekian dan
selamat berjuang untuk sukses
Sumber :
Deptan
BIOGAS DARI KOTORAN SAPI
Istilah yang mengandung kata bio
sedang tren sekarang ini, sebagai upaya untuk menanggulangi sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Sejak sekolah dasar kita diajari bahwa
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui akan habis bila digunakan terus
menerus, apalagi seperti sekarang ini dimana jumlah pengguna dalam hal ini
manusia, meningkat beberapa kali lipat dibanding tahun 80-an. Beberapa
istilah yang sedang tren diantaranya adalah bioetanol dengan sumber energi
berasal dari tanaman jarak pagar. Dan yang sedang tren di prima tani
kabupaten Subang adalah biogas, yang sumber energinya berasal dari kotoran
ternak.
Proses yang terjadi dalam biogas
sendiri merupakan proses fermentasi, energi yang dihasilkan dari biogas
dimanfaatkan untuk memasak seperti halnya gas elpiji. Biogas diharapkan bisa
dijadikan alternatif oleh petani atau peternak untuk menggantikan minyak tanah,
mengingat minyak tanah akan habis masa subsidinya sehingga harganya akan
melambung. Biogas memungkinkan dilakukan di Desa Sindanglaya karena
petani ada yang mempunyai ternak sapi meskipun dengan jumlah sedikit. Dengan
memanfaatkan biogas petani tidak perlu membeli kotoran ternaknya, hanya perlu
mengeluarkan modal untuk pembuatan reaktor biogasnya saja. Selain
menghasilkan gas, biogas juga menghasilkan buangan berupa kotoran sapi yang
sudah melalui proses fermentasi di dalam tabung reaktor. Kotoran sapi yang
keluar merupakan kotoran sapi yang sudah matang, dengan kata lain siap untuk
digunakan sebagai pupuk organik.
Kotoran ternak yang digunakan bisa
berasal dari kotoran sapi maupun ternak lain seperti domba atau kambing. Namun
untuk biogas di Desa Sindanglaya menggunakan kotoran sapi, pemilihan kotoran
sapi karena lebih mudah dalam proses pengerjaan karena produksi kotoran dari
ternak sapi volumenya lebih banyak dibandingkan domba atau kambing, sehingga
memudahkan dalam pengumpulannya. Selain itu kotoran sapi lebih mudah pada
waktu pencampuran dengan air, dibandingkan dengan kotoran domba atau kambing
yang lebih padat, sehingga harus dihancurkan terlebih dahulu.
Alat-alat yang diperlukan untuk
menghasilkan biogas adalah
- Reaktor berkapasitas 3500 liter yang terbuat dari
fiberglass, bahan reaktor selain dari fiberglass dapat juga menggunakan
drum bekas atau plastik yang berukuran besar dengan syarat kedap udara
untuk mencegah kebocoran gas.
- Selang
- Drum pengumpan yang bisa dibuat dari drum kecil bekas
- Pengaman gas untuk membuang kelebihan gas
- Plastik penampung gas, yang berfungsi untuk menampung
gas seperti halnya tabung elpiji
- Kompor biogas
- Blower, alat ini dipasang pada kompor biogas. blower
berfungsi untuk membantu menyedot gas dari penampung gas, karena gas yang
dihasilkan dari biogas merupakan gas bertekanan rendah sehingga memerlukan
bantuan blower untuk memperkuat tekanannya.
- Selang elasti 20 meter
- Pipa inlet dan outlet
- Penutup drum umpan
proses perakitannya sendiri
dilakukan antara teknisi dari perusahaan penyedia biogas dengan para petani,
petani disertakan dalam proses perakitan diharapkan agar petani/peternak
memahami proses pemasangan dan proses pembentukan gas. Setelah dirakit, maka
dilakukan pengisian kotoran ternak ke dalam tabung reaktor. Kotoran
ternak dimasukkan melalui bak pengumpan, di dalam bak pengumpan kotoran ternak
dicampur dengan air dengan perbandingan kira-kira 1:1, 1 ember kotoran ternak
dicampur dengan 1 ember air, atau sampai campuran kotoran ternak dengan air
terlihat tidak terlalu encer maupun tidak terlalu pekat. Sisa-sisa pakan
ternak yang terbawa pun dibuang pada waktu pencampuran. setelah bak pengumpan
penuh kemudian penutupnya dibuka sehingga campuran kotoran ternak dengan air
masuk ke dalam reaktor, di dalam reaktor inilah akan terjadi proses fermentasi,
dimana hasil dari fermentasi yaitu pelepasan panas dan gasnya disalurkan
melalui selang ke plastik penampung. Gas mulai terbentuk pada hari ke-5,
yang ditandai dengan mulai mengelembungnya plastik penampung, pada hari ke-15
atau sekitar 2 minggu gas yang terbentuk semakin banyak seiring dengan penuhnya
isi tabung reaktor oleh kotoran sapi.
Tabung fiberglas yang digunakan
mempunyai volume + 3500 liter, untuk mengisi tabung itu diperlukan +
1200 kg kotoran ternak. Setelah reaktor penuh pengisian reaktor hanya
dilakukan seperlunya saja. Menurut teknisi dari perusahaan biogas, gas
yang ditampung dalam plastik penampung berukuran + 2500 liter dapat
digunakan untuk memasak selama 6 jam. Petani yang menggunakan biogas
biasa menggunakan biogas untuk memasak selama + 2,5 jam setiap harinya. Dengan
penggunaan selama 2,5 jam setiap hari, masih tersisa gas dalam plastik
penampung. Dengan penggunaan seperti itu, petani cukup mengisi kotoran
sapi sebanyak 2 ember yang dilakukan 2 hari sekali.
Proses pemasangannya pun tidak
berjalan sempurna karena ada kebocoran di tabung reaktor. Tapi hal ini justru
menyebabkan petani menjadi lebih memperhatikan Reaktor biogas. Setelah
berbagai macam perbaikan, sampai akhirnya reaktor biogas dapat menghasilkan gas
dengan sempurna. Sebelum menyalakan kompor biogas steker dari blower
dimasukkan ke stop kontak, kemudian kran kompor dibuka dengan cara diputar ke
arak kanan. Setelah gas dirasakan keluar, baru kemudian korek api
dinyalakan, maka menyambarlan gas ke api dari korek api, keluarlah si api biru
yang dinanti-nanti. Dan keluarlah komentar bahagia dari petani seperti judul
suatu acara di televisi “akhirnya datang juga...”, dari kotoran sapi yang
berwarna hijau keluarlah api yang warnanya biru.
Sumber : Deptan
JAMU TRADISIONAL UTK SAPI
Jamu
tradisional untuk sapi, mungkin sebagian orang akan merasa heran karena
umumnya yang dikenal orang adalah jamu untuk dikonsumsi oleh manusia,
seperti jamu tolak angin dan berbagai jenis dengan khasiat tertentu termasuk penambah
nafsu makan. Sedangkan jamu untuk ternak sebagian masyarakat Lombok
mengenalnya dengan sebutan Loloh. Jamu ini terbuat dari
berbagai macam bahan rempah-rempah dan bumbu masakan yang biasa digunakan
oleh para ibu rumah tangga sebagai penyedap rasa. Mungkin setiap wilayah
memiliki ramuan jamu yang berbeda-beda tergantung pembuatnya.
Parapembuat
jamu ini sebagian besar masih merahasiakan resepnya, karena mereka memproduksi
dan kemudian menjual kepada para peternak. Jamu ini dipercaya memiliki
khasiat untuk menambah nafsu makan ternak. Sementara ini lebih banyak
diberikan pada ternak sapi yang digemukkan. Peternak menginginkan
sapi-sapi yang dipelihara bisa cepat besar dalam waktu yang singkat agar mereka
bisa mendapatkan harga yang tinggi setelah dipelihara selama beberapa waktu.
Pada usaha penggemukan, sapi
dipelihara untuk menghasilkan daging, dan hal ini ditentukan oleh
peningkatan berat badan ternak selama kurun waktu tertentu. Pertambahan
berat badan diketahui dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetis
ternak dan lingkungan termasuk pakan yang diberikan (kuantitas maupun
kualitasnya). Ternak sapi yang dipelihara peternak di NTB sebagian besar
adalah bangsa sapi Bali, sebagian lainnya merupakan sapi potong unggul
seperti Simental, Limousine dan Bangus (keturunan Brahman-Angus). Jelas
pada kondisi yang sama pertambahan berat badan harian (PBBH) sapi lokal (sapi
Bali) lebih rendah dibandingkan sapi-sapi potong unggul.
Agar ternak dapat hidup dan
berproduksi maka perlu diberikan makanan yang cukup sesuai kebutuhannya.
Kebutuhan pakan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing/domba biasanya
diperhitungkan berdasarkan berat badannya yaitu seberat 3% dari berat
badan ternak dalam bentuk bahan kering (BK). Mengapa demikian? Karena
hijauan makanan ternak memiliki berat kering yang berbeda maka yang digunakan
sebagai patokan perhitungan adalah dalam bentuk bahan kering. Dengan pemberian
jamu dimaksudkan agar nafsu makan ternak meningkat sehingga terjadi peningkatan
PBBH. Jika ternak lekas gemuk, maka bisa lebih cepat dijual dan dapat
memberikan keuntungan yang maksimal.
Di
Desa Tebaban, Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur, sedang
dilaksanakan kegiatan untuk menguji pengaruh jamu tradisional terhadap
pertambahan berat badan harian ternak sapi jantan yang digemukan.
Kegiatan tersebut merupakan Pengkajian dan Pemberdayaan Potensi Sumberdaya
Lokal 2009 yang dibiayai oleh Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Melalui
Inovasi (P4MI). Obyeknya adalah sapi Simental jantan berumur sekitar 1
tahun, dan sapi Bali dengan beberapa tingkatan umur. Penelitian ini
bertujuan untuk : 1) mengetahui jumlah konsumsi pakan pada ternak-ternak sapi
yang diberikan jamu tradisional; 2) mengetahui efektifitas jamu tradisional
terhadap peningkatan berat badan harian ternak sapi pada beberapa tingkatan
umur dan bangsa ternak potong. Jamu diberikan seminggu sekali, sebanyak
10 butir/ekor. Untuk mengetahui efek jamu tersebut dilakukan penimbangan ternak
secara berkala. Juga dilakukan pengukuran jumlah pakan yang dikonsumsi
per hari.
Kegiatan telah dilaksanakan mulai
bulan Mei 2009 dan pengamatan akan berakhir pada bulan September 2009, didanai
oleh program P4MI pada BPTP NTB. Hasil penelitian ini diharapkan bisa
mendapatkan informasi tentang efek jamu tradisional (Loloh) pada
penggemukan ternak sapi. Selama ini jamu semacam itu hanya bisa
diasumsikan dapat menambah nafsu makan ternak dan mempersingkat waktu
penggemukan. Selanjutnya dari hasil penelitian ini dapat menjadi acuan
untuk penggunaan jamu tradisional pada usaha penggemukan ternak sapi
khususnya. Sementara ini hasil pengamatan belum bisa dipublikasikan
karena penelitian masih berjalan.
Sumber : Deptan
FERMENTASI DAUN KELAPA/SAWIT UNTUK PAKAN SAPI
Daun sawit (Palm oil leaf)
mengandung protein kasar 14,8%, lignin 27,6% dan kecernaan invitro kurang dari
50%, temasuk kualitas biologis medium (Jalaludin, 1991). Oleh karena itu disarankan
pemberian daun sawit kepada ternak jangan melebihi 20%, sebaiknya diberi
perlakuan lebih dulu. Daun sawit diketahui memiliki keambaan, daya serap air
dan kelarutan yang lebih tinggi. Nilai keambaan yang tinggi merupakan
karakteristik berserat tinggi.
Berdasarkan kriteria tersebut
pelepah dan daun sawit termasuk ke dalam pakan dasar. Hasil penelitian Purba et
al (1997), menunjukkan pelepah daun sawit dapat menggantikan rumput sampai 80%
tanpa mengurangi laju pertumbuhan bobot badan domba yang sedang tumbuh.
Pelepah dapat diberikan dalam bentuk
segar atau diproses terlebih dahulu menjadi silase. Penggunaan pelepah sawit
dalam bentuk silase pada sapi sebanyak 50% dari total pakan dapat menghasilkan
pertambahan bobot badan harian berkisar 0,62 - 0,75 kg dengan nilai
konversi pakan antara 9,0 - 10,0 (Ishida and Hasan, 1993).
Perlakuan fermentasi untuk
menghasilkan silase pada prinsipnya bertujuan untuk preservasi dan konservasi.
Pengaruhnya terhadap nilai gizi bahan relatif kecil. Untuk meningkatkan kandungan
gizi dalam proses fermentasi dapat ditambahkan urea.
Hasil penelitian Hasan et al (1996),
menunjukkaan pelepah sawit menjadi produk silase tidak meningkatkan kecernaan,
namun jika menambahkan urea sebanyak 3 - 6% akan meningkatkan kandungan protein
bahan dari 5,6 menjadi 12,5 atau 20%.
Proses pembuatan silase dilakukan
dengan mencacah bahan menjadi partikel yang halus. Cacahan diberi salah satu
bahan seperti : tepung kanji, tepung jagung, onggok atau molases sebanyak
3-5% dari berat bahan. Dasar pemilihan bahan adalah murah dan mudah
didapat.
Selain bahan tersebut diatas,
tambahkan juga urea 3 - 6%, kemudian semua bahan dimasukkan kedalam drum,
padatkan dan tutup rapat untuk mempertahankan kondisi tanpa udara (anerob)
selama 2-3 minggu baru bisa digunakan. Pada saat silase dibuka, kering anginkan
terlebih dulu baru diberikan kepada ternak. Silase dapat disimpan dalam waktu
yang lama, bahkan bertahun-tahun tanpa mengalami penurunan nilai nutrisi.
PENGOLAHAN KOTORAN SAPI
Pupuk sebagai bahan-bahan tertentu
yang diberikan pada tanah agar dapat menambah unsur atau zat-zat makanan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disebut juga sebagai
zat yang berisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur
yang hilang atau habis terhisap tanaman dari tanah. Umumnya tujuan pemupukan
adalah untuk memelihara atau memperbaiki kesuburan tanah.
Lahan pertanian memerlukan pupuk
organik untuk mempertahankan kesehatan tanah serta kecukupan unsur hara
tanaman. Berkurangnya kandungan bahan organik pada lahan pertanian akibat
terkurasnya bahan organik tanah dan unsur-unsur mikro, hal ini dapat terjadi
karena intesifnya pengolahan tanah dengan menggunakan pupuk makro NPK secara
terus-menerus tanpa pengembalian bahan organik kedalam tanah. Untuk
mengembalikan pada keadaan kesehatan tanah yang normal diperlukan 2 kali lipat
tambahan bahan organik.
Cara Pembuatan :
Alas kandang yang telah tercampur
dengan kotoran sapi, dipindahkan ketempat pembuatan pupuk organik. Tempat
pemrosesan pupuk organik harus dijaga tidak mendapatkan panas langsung
dari sinar matahari, dan juga harus terlindung dari air hujan. Manure tersebut
dicampur dengan probion dengan imbangan 2,5 kg probion, 2,5 kg urea dan 2,5 kg
TSP untuk setiap ton bahan pupuk, selanjutnya ditumpuk pada tempat yang telah
disiapkan sehingga mempunyai ketinggian 1 meter. Campuran tersebut didiamkan
selama kurang lebih 21 hari dengan pembalikan dilakukan setiap minggu.
Untuk mendapatkan partikel pupuk organik yang relatif sama dilakukan
pengeringan dengan sinar matahari secukupnya, kemudian digiling dan dilanjutkan
dengan penyaringan secara fisik. Pupuk organik yang sudah siap disimpan
dalam kantong plastik (ukuran tergantung pada tujuan pengepakan) dan
selanjutnya siap untuk digunakan.
JERAMI FERMENTASI UTK PAKAN SAPI
Usaha sapi perah atau sapi potong yang diperuntukkan untuk menghasilkan produksi baik susu maupun daging yang berkualitas baik, pada umunya dihadapkan pada masalah ketersediaan pakan baik berupa hijauan maupun konsentrat. Produksi hijauan pakan menjadi lebih terbatas karena pertambahan penduduk yang membutuhkan lahan untuk pemukiman, perluasan lahan untuk produksi pangan dan pembangunan subsektor lainnya.
Oleh sebab itu penyediaan pakan memerlukan pengolahan limbah pertanian yang relatif sederhana untuk mendukung ketersediaan pakan sepanjang tahun.
Jerami padi merupakan limbah pertanian yang tersedia dalam jumlah cukup banyak dibanding dengan limbah pertanian lainnya, serta mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagian menjadi kompos.
Ternak sapi yang menkonsumsi jerami padi menghasilkan kotoran (pupuk kandang), yang nantinya apabila dikelola secara baik, akan menjadi pupuk organik dan akan bermanfaat optimal bagi tanaman.
Hambatan pemanfaatan jerami padi segar sebagai pakan ternak adalah rendahnya nilai nutrisi bila dibandingkan dengan pakan hijauan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat diperbaiki dengan teknologi untuk meningkatkan nilai gizi jerami padi.
Cara yang relatif murah, praktis dan hasilnya sangat disukai ternak sapi adalah melalui proses fermentasi dengan menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (BIOTOPFEED). Hal ini akan meningkatkan motivasi untuk meningkatkan ternak sapi yang dipelihara.
PROSES PEMBUATAN JERAMI PADI FERMENTASI
Pembuatan jerami padi fermentasi dengan sistem terbuka. Proses fermentasi terbuka dilakukan pada tempat terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung. Bahan-bahan yang digunakan untuk menghasilkan 1 ton jerami fermentasi adalah : 1 ton jerami padi segar, Probion (probiotik) 2,5 kg, Urea 2,5 kg, dan air secukupnya.
CARA PEMBUATAN
Proses pembuatan dibagi dua tahap, yaitu tahap fermentatif dan pengeringan serta penyimpanan.
Pada tahap pertama:
jerami padi yang baru dipanen dari sawah dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan, dan diharapkan masih mempunyai kandungan air 60%.
Jerami padi segar yang akan dibuat menjadi jerami padi fermentasi (misal = 1 ton jerami) dihamparkan dengan ketebalan kurang lebih 20 cm kemudian disiram dengan larutan MIKROBA (BIOTOPFEED 1 liter + MOLASSES 1 Kg + UREA 1 KG + AIR MATA AIR 100 liter).
Kemudian diaduk-aduk hingga merata lalu ditumpuk. Tumpukan berlapis-lapis per 20 cm bisa sampai ketinggian 3 meter di bawah peneduh.
Setelah pencampuran dilakukan secara merata, kemudian didiamkan selama 21 hari agar proses fermentatif dapat berlangsung dengan baik.
Tahap kedua :
Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari dan dianginkan sehingga cukup kering sebelum disimpan pada tempat yang terlindung.
Setelah proses pengeringan ini, maka jerami padi fermentasi dapat diberikan pada ternak sebagai pakan pengganti rumput segar.
Langganan:
Postingan (Atom)